Berita Terpercaya-Paham Radikal Sasar Empat Sekolah di Depok Apa kabar Sobat Pembaca Berita Berceceran, Berita yang anda baca kali ini dengan judul Berita Terpercaya-Paham Radikal Sasar Empat Sekolah di Depok, berita brceceran telah menyiapkan artikel ini dengan sebaik-baiknya untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. semoga isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, OK selamat membaca.

Judul : Berita Terpercaya-Paham Radikal Sasar Empat Sekolah di Depok
link : Berita Terpercaya-Paham Radikal Sasar Empat Sekolah di Depok

Berita Terpercaya-Paham Radikal Sasar Empat Sekolah di Depok

Berita Terpercaya – Pengamat terorisme yang juga mantan anggota NII, Al Chaidar, mengungkapkan sederet pergerakan teroris jaringan Mujahid Indonesia Barat (MIB) di bawah komando Bahrun Naim yang berafiliasi dengan ISIS di wilayah Jabodetabek.

Chaidar mengatakan, dari tiga kota pinggiran Jakarta, MIB memiliki kekuatan yang cukup besar di tiga kota. Basis pertama mereka berada di wilayah Bekasi, kemudian basis ke dua adalah di wilayah Depok. Ironinya lagi, Chaidar membeberkan, pelaku juga sudah masuk ke sejumlah sekolah swasta di Kota Depok.

"Ada empat sekolah yang sudah saya teliti, namun kalau kata teman-teman peneliti lainnya lebih daripada itu. Mereka diajarkan bersikap intoleran terhadap agama lain," bebernya pada Megaliputan saat di temui di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Rabu, 21 Desember 2016.

Saat ini, menurutnya, potensi di Depok jumlahnya cukup banyak. Sebanyak 40 persen dari jaringan MIB yang ada di Jabodetabek, dengan jumlah mencapai 600 anggota, yang paling banyak ada di Bekasi, kemudian nomor dua di Depok yang diperkirakan mencapai 200 anggota.

"Di Depok mereka sudah memiliki outlet-outlet, bahkan sudah menyasar ke sekolah-sekolah swasta. Sasaran mereka adalah simbol-simbol negara, seperti Polres, Brimob dan kantor Wali Kota. Mal sangat kecil kemungkinannya, karena sudah dibahas oleh Bahrun Naim dan kurang menjadi target," katanya.

200 anggota jaringan MIB ini, lanjut Chaidar, sulit untuk dideteksi lantaran mereka berbaur dengan warga pada umumnya. "Mereka memilih tinggal di kontrakan atau kos-kosan. Di sini harus ada koordinasi yang baik antara aparat dan pihak pemerintah daerah untuk mengantisipasinya."